Kamis, 21 Juli 2011

SKLN Kab. Kutai Timur Vs Menteri ESDM: Ahli Pemohon Tegaskan Usaha Pertambangan merupakan Kewenangan Pemda

Majelis Hakim Konstitusi sedang mendengarkan keterangan Ahli dari Pemohon Prof. Dr. Laica Marzuki (Guru Besar Fakultas Hukum Hasanuddin dan mantan Hakim MK) dalam Sidang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur, KAmis (21/7) di rUang Sidang Pleno Gedung MK.
Jakarta, MKOnline – Empat ahli dari pihak Pemohon menyampaikan keterangannya di hadapan Sidang Pleno perkara SKLN antara Kementerian ESDM dan Pemda Kab. Kutai Timur, Kamis (21/7). Keempat ahli yang menyampaikan keterangannya, yaitu Prof. Dr. Laica Marzuki (Guru Besar Fakultas Hukum Hasanuddin dan mantan Hakim MK), Prof. Muchsan (Mantan Hakim Agung), Dr. Indra Prawira (Dosen FH Unpad), dan  Prof. Mas’ud Said (Dosen FH Universitas Muhammadiyah Malang).
 
Sidang perkara yang teregristasi dengan Nomor 3/SKLN-IX/2011 itu dipimpin langsung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh. Mahfud MD. Ahli Pemohon yang mendapat kesempatan pertama menyampaikan keterangannya, yaitu Laica Marzuki.
 
Mantan hakim konstitusi itu menyampaikan tafsir terkait Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 18 ayat (1) dan ayat (5) UU yang sama. Pada pasal-pasal tersebut ditetapkan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik dan dibagi atas daerah-daerah provinsi. Selanjutnya daerah-daerah provinsi itu dibagi lagi menjadi kabupaten dan kota yang pemerintahannya dijalankan dengan otonomi seluas-luasnya. Namun, urusan pemerintahan yang diatur oleh undang-undang menjadi urusan pemerintah pusat.
 
Lebih lanjut Laica menyampaikan bahwa yang menjadi urusan pemerintah pusat menurut UUD 1945, yaitu urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. “Di luar urusan pemerintah pusat tersebut, urusan pemerintahan lainnya merupakan kewenangan daerah-daerah otonom. Hal pertambangan tidak termasuk urusan pemerintah pusat,” tegas Laica.
 
Laica juga mengatakan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah membuat pemerintah daerah, terutama Pemda Kab. Kutai Timur tidak dapat menjalankan kewenangan konstitusionalnya dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
 
“Hal pertambangan mineral dan energi memang seyogianya merupakan kewenangan konstitusional pemerintan daerah provinsi, kabipaten/kota in casu Pemohon Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur,” tandas Laica.
 
Hal senada juga diutarakan Guru Besar UGM, Muhsan. Terkait otonomi daerah, Muhsan mengatakan bahwa Pemda, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berstatus sebagai daerah otonom memiliki kewenangan onotom seluas-luasnya juga. “Menurut Prof. Mr. Durpsteen dalam bukunya ‘Administratiief Recht’, kewenangan otonomo merupakan wewenang untuk mengurus rumah tangga sendiri yang meliputi kewenangan untuk mengatur dan mengelola SDM sendiri, kewenangan mengatur keuangan sendiri, dan kewenangan untuk memberdayakan masyarakat,” papar Muhsan.
 
Selanjutnya, Muhsan mengatakan, sesuai Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, Pemda berhak untuk menggali sumber-sumber keuangan termasuk mengelola sumber daya alam di wilayah pemerintahannya. Namun, setelah munculnya UU No. 4 Tahun 1999 yang secara jelas menyatakan pengelolaan pertambangan Minerba menjadi kewenangan pemerintah pusat.
 
“Seharusnya, suatu kewenangan harus bersifat komprehensif baik yang bersifat prosedural maupun substansial. Ini berarti, kewenangan pengelolaan pertambangan yang meliputi perizinan, penetapan wilayah, maupun operasional dari kegiatan pertambangan tersebut merupakan kewenangan pemerintah daerah,” tandas Muhsan. (Yusti Nurul Agustin/mh)
 
sumber:

0 komentar:

Posting Komentar