Rabu, 06 April 2011

Mediasi Pemda Penajam Paser Utara-Kemenhut Gagal Terkait Bukit Soeharto

Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara antara Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Penajam Paser Utara (Pemohon) dengan Menteri Kehutanan (Termohon),  Rabu (6/4). Perkara dengan nomor regisrtrasi No. 2/SKLN-IX/2011 ini beragendakan pemeriksaan perbaikan Pemohon.
Sidang kali ini dihadiri kuasa hukum Pemohon, Andi Muhammad Asrun dan Merlina beserta wakil prinsipal pemohon Sutiman (Sekretaris Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara) dan Jono (Kadis Pertambangan Kabupaten Penajam Paser Utara). Sedangkan dari pemerintah atau Termohon dihadiri oleh Gunarto Agung Prasetyo (Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik Kementerian Kehutanan), Supardi (Kepala Bagian Penanganan Perkara Kementerian Kehutanan), dan Mualimin (Kemenkumham).
Pada persidangan sebelumnya, Jumat (11/3), Panel Hakim yang terdiri dari M. Akil Mochtar (ketua), Ahmad Fadlil Sumadi (anggota), dan Hamdan Zoelva (anggota) sudah memberikan saran agar Pemohon dan Termohon melakukan mediasi demi terwujudnya penyelesaian yang bersifat non-litigasi.
Melalui kuasa hukumnya, Andi Asrun, Pemohon pada persidangan sebelumnya mendalilkan bahwa hak konstitusional Pemohon dirugikan oleh Termohon dengan fakta telah hilangnya fungsi hutan di Kabupaten Sepaku yang sebelumnya telah menjadi wilayah transmigrasi menjadi hutan wisata bukit Soeharto. Dengan hilangnya fungsi tersebut, menyebabkan hilangnya kewenangan Menteri Kehutanan RI atas wilayah itu karena Pemda Penajam Paser Utara harus menjalankan pemerintahan secara utuh di seluruh wilayah Penajam Paser Utara termasuk pada wilayah yang hilang tersebut.
Dan pada persidangan ini diketahui, Pemohon dan Termohon tidak bisa melaksanakan saran Panel Hakim untuk melakukan mediasi. Baik Pemohon dan Termohon menganggap upaya tersebut tidak bisa dilakukan meski mereka sudah bertemu dan berupaya untuk menyelesaikan perkara ini dengan cara mediasi. “Sudah ada kunjungan dari Tim kementerian Kehutanan ke lokasi, tapi di lokasi yang muncul adalah perdebatan dan saling menyalahkan,” ujar Asrun di hadapan Mahkamah, Rabu (6/4).
Hal serupa juga diungkapkan Pihak Pemerintah, Gunarto Agung Prasetyo. Gunarto mengatakan, pihaknya sudah melakukan upaya secara terbuka untuk mencapai kesepakatan. Namun, sejatinya mekanisme perubahan fungsi hutan sudah memiliki regulasinya termasuk, mengenai kewenangan di Taman Hutan Raya juga sudah dibagi habis terkait kewenangan dan fungsi dari bupati, gubernur, sampai pemerintah pusat. “Pemerintah pusat hanya menetapklan NSPK, Norma Standar Prosedur dan Kriteria,” ujar Gunarto.
Perbaikan Permohonan
Pihak Pemohon, pada persidangan kali ini juga memperbaiki petitumnya. Bila pada persidangan sebelumnya pemohon meminta Mahkamah menyatakan, Pemohon memiliki kewenangan untuk mengatur penyelenggaraan urusan pemerintahan di seluruh wilayah Penajam Paser Utara sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Petitum itu kemudian diubah pada persidangan kali ini menjadi meminta Mahkamah menyatakan Termohon tidak memiliki kewenangan untuk mengatur penyelenggaraan pengurusan kehutan di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b UU No. 14 Tahun 1999 yaitu di desa dan kelurahan yang ada di wilayah kecamatan Penajam, Sepaku, Waru, dan Babulu.
Petitum ketiga, menyatakan Pemohon memiliki kewenangan untuk mengatur penyelenggaraan urusan pemerintah di seluruh wilayah Penajam Paser Utara, yaitu seluruh satuan wilayah pemerintahan desa dan kelurahan pada Kecamatan Penajam, Sepaku, Waru, dan Babulu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. (Yusti Nurul Agustin/mh)

Selasa, 05 April 2011

MK Kembali Sidangkan Sengketa Tapal Batas antara Pemkab dan Pemkot Sorong

Jakarta, MKOnline – Sidang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Sorong, Provinsi Papua Barat, kembali digelar di Mahkamah Konstitusi, Selasa (5/4/2011).

Permohonan diajukan oleh Pemkab Sorong yang dalam hal ini dihadiri oleh duo kuasa hukumnya, Christoffel Tutuarima dan Alexi Sasube. Sedangkan Termohon Pemkot Sorong dihadiri Walikota Sorong, J.A. Jumame, Kabag Pemerintahan, Rahman, dan Anggota DPR Kota Sorong, Ishak Rahareng, serta didampingi kuasa hukumnya, Haris Nurlete.

Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan ini, Pemohon melalui kuasanya menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonan. Di antaranya mengenai kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, kerugian konstitusional, dan batas wilayah yang menjadi sengketa, serta perbaikan permintaan permohonan (petitum).

“Pertama, menyangkut perbedaan antara lembaga negara dan lembaga daerah. Kedua, menyangkut sengketa kewenangan konstitusi lembaga negara, khususnya kewenangan konstitusi Pemohon yang dirugikan. Ketiga, menyangkut batas-batas wilayah antara pemohon dan Termohon,” kata kuasa hukum Pemohon, Christoffel Tutuarima.

Sebagaimana dalam persidangan pendahuluan ((21/2/2011) lalu, Pemkab Sorong mengklaim penataan wilayah Kota Sorong (Termohon) yang berasal dari batas wilayah Kota Administrasi Sorong telah mengurangi wilayah Kab. Sorong (Pemohon). Termohon telah menentukan tapal batas wilayah menurut keinginan Termohon sendiri tanpa ada koordinasi dengan Pemohon untuk membangun tanda tapal batas antara perbatasan Kota Sorong dan Kab. Sorong.

Pemohon menganggap tapal batas Kota Sorong telah masuk dalam wilayah Kabupaten Sorong seluas 4 kilometer melewati hutan lindung dan tanah Dinas Pertanian Kab. Sorong yang merupakan batas terakhir dari Kelurahan Klasaman. Selain itu,
Pemohon juga mengatakan Termohon telah melakukan upaya mengelabui isi Peraturan Pemerintah 31/1996 dan UU 45/1999. Pasalnya, Termohon dianggap telah melakukan penggusuran terhadap hutan lindung dan membangun daerah pemukiman baru serta melakukan pemekaran dan pembentukan distrik dan kelurahan baru di wilayah Kab. Sorong. Tidak hanya itu, Termohon pun membangun dua kantor kelurahan, yaitu Kelutrahan Klablim dan Kelurahan Klasuat.
Pemohon menganggap tapal batas Kota Sorong telah masuk dalam wilayah Kabupaten Sorong seluas 4 kilometer melewati hutan lindung dan tanah Dinas Pertanian Kabupaten Sorong yang merupakan batas terakhir dari Kelurahan Klasaman.

Terhadap perbaikan Permohonan, Pemkot Sorong melalui kuasanya menyatakan belum menyiapkan jawaban tertulis. “Pada prinsipnya, secara tertulis kami belum siap,” kata kuasa Pemkot Sorong, Haris Nurlete.

Sebelum mengakhiri sidang untuk perkara Nomor 1/SKLN-IX/2011, Panel Hakim yang menyidangkan perkara ini yaitu Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar yang bertindak sebagai ketua, didampingi Hakim Konstitusi Muhammad Alim dan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati sebagai anggota, mengesahkan tiga bukti Pemohon, yaitu bukti P-1 sampai P-3. (Nur Rosihin Ana/mh)